Merupakan salah satu pasukan skena indie Bali, Scared Of Bums adalah band yang memiliki segudang prestasi. Menjadi opening act di beberapa konser skala Internasional, terlibat di beberapa album kompilasi di Bali, hingga melakukan tur Asia pada tahun 2013 lalu, Scared of Bums membuktikan bahwa band lokal pun dapat masuk dan berkembang di dunia musik International.

Lagu-lagu yang diciptakan juga banyak mengandung perhatian akan isu sosial. Coba saja dengarkan lagu-lagu mereka seperti “No Place Like Home”, “Boring”, dan “Jahanam” menggambarkan realita yang terjadi di masyarakat. Scared of Bums juga sempat masuk nominasi beberapa penghargaan bergengsi dalam skala nasional.

Mendengar alunan dan vokal smooth yang dibawakan oleh Fourtwnty membuat siapapun yang mendengarkan seperti terlena sesaat. Band asal Jakarta yang beranggotakan Roby Satria, Ari Nuwi, dan Roots ini sudah mulai membuat alunan musik sejak tahun 2010. Setelah mini album berjudul “Setengah Dulu” yang dirilis pada tahun 2014, Fourtwnty mulai menarik pendengar setia. 

Di tahun 2017, nama Fourtwnty semakin naik daun setelah mereka mengisi salah satu soundtrack film “Filosofi Kopi 2: Ben & Jody” dengan lagu berjudul “Zona Nyaman”. Coba saja dengarkan “Fana Merah Jambu”, “Puisi Alam”, “Diskusi Senja”. Pendengarnya akan dibawa masuk ke dalam dimensi imajinatif dan meninggalkan penat dunia sejenak.

Band grunge asal Bali ini merupakan salah satu band berprestasi di Indonesia. Setelah tampil di festival seni bergengsi di Australia tahun 2017, Navicula berusaha semakin berkembang. Terinspirasi dengan aliran musik alternatif rock 90-an terutama grunge seperti Pearl Jam. Selain senang melahirkan karya-karya musik, band ini juga fokus dan memberi perhatian pada isu-isu lingkungan. 

Coba saja dengarkan lagu-lagu seperti “Mafia Hukum” yang menyuarakan pendapat mereka terhadap para mafia hukum yang dapat lolos begitu saja di negeri ini. Beberapa lagu terkenal lainnya adalah “Harimau! Harimau!” dan “Di Rimba”.

Mencuri perhatian pendengar musik tanah air lewat album perdananya “Akibat Pergaulan Blues” tahun 2017 lalu, Jason Ranti berusaha memperlihatkan sisi konyol atas dasar pendapatnya terhadap isu-isu yang berkembang di masyarakat. Seperti pada lagunya “Bahaya Komunis”, ia berusaha menilai hal-hal yang terjadi di masyarakat melalui unsur komedi namun sarat akan makna. 

Selain itu coba dengarkan “Suci Maksimal”, sebuah lagu yang memberikan kritik atas banyak pihak di masyarakat lewat sentilan-sentilan humor pada lagu-lagunya. Yang pasti, banyak orang yang mengakui bahwa pembawaan musik Jason Ranti adalah sebuah nafas segar bagi dunia musik Indonesia.

Band yang terdiri dari tiga orang ini membawakan genre Post Rock/Instrumental. Berasal dari Jambi, Semiotika masuk ke dunia musik Indonesia di akhir tahun 2015. Lewat album perdana mereka, “Ruang”, Semiotika berusaha membawa pendapat-perasaan mereka tentang kondisi Jambi saat ini. Sesuai dengan nama bandnya, Semiotika, dimana ketiga personil band ini berusaha membuat musik menjadi sebuah bentuk simbol perasaan seperti gembira, sedih, kecewa. 

Seperti lagu mereka “Sepertinya Hijau” yang menggambarkan kondisi Jambi tertutup asap saat ini. Atau “Gersang” yang ingin menceritakan bahwa tidak ada lagi lahan hijau untuk tumbuh di Jambi.

Walaupun terkenal sebagai band indie-folk, Wake Up, Iris! tidak mau terpaku kepada satu genre saja. Duo asal Malang ini, Vania (Vokal dan biola) dan Biepaksi (Vokal, kick drum, dan gitar) mengaku bahwa musik-musik yang menginspirasi mereka datang dari berbagai musik di seluruh dunia.

Wake Up, Iris! berusaha membawakan makna-makna lewat beberapa single mereka. Seperti dalam “Rain’s Tale”, Wake Up, Iris! menjelaskan bahwa pasti selalu ada makna di balik sebuah rintik hujan, dan makna tersebut berupa harapan. Di awal tahun 2018, mereka mengeluarkan album “AUREOLE”. Dengan debut tersebut, mereka juga diundang ke festival SXSW 2018 di Austin, Texas.

Berangkat dari Yogyakarta, Sheila on 7 sudah menjelajahi skena musik tanah air selama 22 tahun sejak tahun 1996. Dengan pembawaan yang ramah dan lirik yang sederhana, Sheila on 7 dapat begitu mudah untuk dinikmati oleh semua kalangan. Dengan membawa tema-tema lagu yang bertajuk persahabatan dan hubungan antar manusia, seringkali dapat membawa pendengarnya mengingat-ingat tentang kehidupan.

Setiap lagu yang dirilis mendapat perhatian dari pendengar musik tanah air, membawa Sheila on 7 menjadi salah satu band yang paling digandrungi. “Dan”, “Seberapa Pantas”, “Sebuah Kisah Klasik”, “Anugrah Terindah Yang Pernah Kumiliki”, adalah beberapa dari lagu-lagu andalan Sheila on 7.

Sebuah band yang mengantarkan lagu-lagu seperti “Air dan Api”, “Posesif”, “Mobil Balap”, dan lainnya menjadi all-time hits di kancah dunia musik Indonesia. Naif seperti tidak berhenti untuk membuat pendengar setia dan penikmat musik tanah air terus bersama-sama menghentakkan kaki dan bernyanyi bersama. 

Dibentuk atas dasar ‘kumpul-bareng’ setelah selesai kelas saat berkuliah di IKJ, Naif akhirnya menjadi sebuah band papan atas Indonesia yang terus menghiasi skena musik pop hingga alternatif. Lirik-lirik yang mengandung kesan ‘lokal’ membuat Naif selalu mendapatkan sambutan hangat di setiap penampilan mereka. 

Lahir pada tahun 2007, Pee Wee Gaskins merupakan sebuah band pop-punk asal Jakarta yang sudah terkenal hingga seluruh Indonesia. Baru saja merilis video klip terbaru mereka dengan judul “Fluktuasi Glukosa”, Pee Wee Gaskins akan terus berkarya untuk para Party Dorks (fans Pee Wee Gaskins) serta seluruh penikmat musik tanah air.

Dochi, Sansan, Omo, Aldy dan Ayi tengah mempersiapkan album baru mereka. Beberapa lagu yang cukup terkenal “Berdiri Terinjak”, “Welcoming The Sophomore”, “Di Balik Hari Esok” membuat mereka bahkan bisa tampil di acara musik televisi.

Setelah vakum selama 7 tahun, Padi akhirnya kembali ke kancah musik Indonesia dan mengubah nama mereka menjadi Padi Reborn. Dengan formasi yang sama, band yang disebut-sebut sebagai salah satu band legendaris Indonesia ini kembali dengan suguhan musik yang lebih fresh. 

Masih ingat dengan lagu-lagu seperti “Semua Tak Sama”, “Menanti Jawaban”, “Kasih Tak Sampai”? Lagu-lagu tersebut akan membawa kesan nostalgia ketika didengarkan. Tidak hanya didengarkan oleh mereka yang berasal dari generasi 90an, lagu-lagu Padi Reborn masih dapat dinikmati oleh mereka yang lahir di tahun setelahnya. Dianggap legendaris karena lagu-lagu Padi juga terbilang timeless.

Lahir pada tahun 1997, THE S.I.G.I.T naik daun pada era 2000-an. Memulai perjalanan musik sebagai band indie yang tampil di gigs, saat ini THE S.I.G.I.T merupakan band aktif tanah air yang memiliki jumlah fans yang banyak. “Black Amplifier”, “Money Making”, “Owl dan Wolf” adalah beberapa dari sederetan lagu mereka yang disukai pendengar musik. 

THE S.I.G.I.T membuktikan bahwa band indie bisa berkarya dan berkembang hingga kancah musik dunia. Mereka pun diundang pada acara SXSW pada tahun 2009 dan 2017, sebuah festival besar dunia yang dilaksanakan di Austin, Texas.

Band yang digawangi oleh Iga Massardi ini sebenarnya sudah terbentuk sejak 2011 namun semakin kuat dengan formasi yang semakin lengkap di tahun 2012. Beranggotakan Gerald Situmorang, Marco Steffiano, TJ Kusuma, Asteriska, dan Puti Chitara. Sukses dengan debut album perdana mereka berjudul “Taifun”, Barasuara berhasil merebut hati pendengar musik indie tanah air dan langsung mendapatkan groupies.

Berawal dari sering tampil di acara-acara musik Ibukota, saat ini Barasuara sudah melanglang buana untuk menampilkan musik alternatif a là mereka. Sebut saja “Api dan Lentera”, “Bahas Bahasa”, “Nyala Suara”, menjadi deretan lagu-lagu yang digandrungi banyak anak muda Indonesia.

Bernama asli Dipha Kresna Aditya Barus, merupakan DJ asal Indonesia yang terkenal hingga kancah musik Internasional. Dalam musik EDM, Dipha Barus berfokus pada musik-musik R&B, soul, juga hip-hop. Tidak jarang Dipha Barus memasukkan beberapa unsur elemen musik khas Indonesia seperti dalam single-nya bersama Kallula yang berjudul “No One Can’t Stop Us”. 

Berangkat dari sebuah grup elektronik Indonesia yang sudah cukup terkenal, Agrikulture, Dipha Barus memantapkan dirinya menjadi komposer dan produser musik Indonesia. Coba dengarkan hasil kolaborasinya dengan beberapa musisi Indonesia seperti “Decide” (kolaborasi dengan A. Nayaka, Matter Mos, Ramengvrl) dan juga “All Good” (kolaborasi dengan Nadin)

Merupakan band Metalcore legendaris asal Bandung, Burgerkill sudah terkenal di skena musik tersebut sejak tahun 1995. Dengan debut album “Dua Sisi” di tahun 1998 dan kemudian disempurnakan di awal 2000, Burgerkill berhasil mencuri perhatian pendengar musik yang kala itu disuguhkan dengan musik pop dan semi-rock. 

Dengan album kedua Burgerkill yang berjudul “Berkarat” mengantarkan mereka untuk semakin terkenal. Burgerkill pun sempat mendapatkan penghargaan International “Metal as F*ck” di ajang penghargaan Golden Gods 2013, Metal Hammer Inggris. Coba saja dengarkan lagu mereka seperti “Penjara Batin”, “Darah Hitam Kebencian”, dan “Under The Scars”.